Nara Sumber : KH. Zayadi Amin, Lc
Setiap tahun, saat Hari Raya Idul Adha tiba, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah qurban sebagai bentuk ketakwaan dan pengorbanan kepada Allah SWT, meneladani Nabi Ibrahim AS. Di berbagai tingkatan masyarakat, terutama di masjid-masjid, di Sekolah, Pesantren, di Lingkungan RT/RW dan di berbagai lembaga pemerintah dan swasta, dibentuk panitia pelaksana qurban yang bertugas mengatur dan melaksanakan penyembelihan hingga pendistribusian daging qurban.
Agar ibadah ini sah dan diterima oleh Allah SWT, peran panitia qurban sangat penting. Mereka tidak hanya bertugas secara teknis, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dan keagamaan dalam memastikan bahwa pelaksanaan qurban sesuai dengan tuntunan syariat.
Kewajiban dan Hak Panitia Qurban dalam Syariat
1. Kewajiban Panitia:
- Memastikan Hewan Sesuai Syarat : Panitia wajib memastikan bahwa hewan qurban memenuhi syarat syar’i: sehat, cukup umur (2 tahun untuk sapi, 1 tahun untuk kambing), tidak cacat, dan dibeli dari dana yang halal.
- Pelaksanaan Penyembelihan: Penyembelihan dilakukan pada waktu yang ditentukan (10–13 Dzulhijjah), oleh orang yang mampu dan memenuhi syarat (Muslim, baligh, berakal).
- Tata Cara Penyembelihan: Menjaga adab penyembelihan: menyebut nama Allah (bismillah), menggunakan alat tajam, tidak menyiksa hewan, dan memastikan hewan mati sempurna sebelum diproses lebih lanjut.
- Distribusi yang Adil: Membagi daging qurban kepada yang berhak sesuai ketentuan syariat: fakir miskin, orang sekitar, dan sebagian untuk sohibul qurban jika tidak bernazar.
2. Hak Panitia:
- Tidak Mendapat Bagian Khusus sebagai Upah dari Daging
Berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda:
“Perintahkan kepada orang yang menyembelih hewan qurban agar dia menyempurnakannya dan jangan kalian berikan kepada tukang sembelih sedikit pun dari hasil qurban kalian sebagai upah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Panitia boleh diberi upah, tetapi bukan dari daging qurban — upah tersebut harus berasal dari dana non-qurban, seperti infaq khusus panitia. Boleh mendapatkan daging qurban jika panitia tergolong fakir miskin atau orang yang berhak, maka ia tetap berhak menerima daging qurban sebagai mustahik (penerima), bukan karena perannya sebagai panitia.
Tata Cara Pendistribusian Daging Qurban
Secara umum, daging qurban dibagikan kepada tiga kelompok:
- Fakir dan miskin – Sebagian besar daging dialokasikan untuk mereka.
- Kerabat dan tetangga – Termasuk yang mampu, sebagai bentuk silaturahmi dan syiar.
- Pihak yang berqurban (shohibul qurban) – Diperbolehkan mengambil sebagian, maksimal sepertiga, kecuali jika qurban nazar, maka tidak boleh diambil sama sekali.
Metode distribusi bisa bervariasi, mulai dari sistem kupon, antar langsung ke rumah warga, hingga dibagikan dalam bentuk matang (masakan). Yang terpenting adalah keadilan, transparansi, dan tepat sasaran.
Menjaga Keabsahan Qurban: Peran Kritis Panitia
Panitia qurban harus memastikan tidak terjadi: (1) Kecurangan dalam pembagian. (2) Penyembelihan sebelum waktunya. (3) Penggunaan hewan yang tidak sah. (4) Pemanfaatan daging untuk hal-hal yang tidak dibolehkan (misalnya dijual atau dijadikan upah).
Dengan integritas, pengetahuan agama yang memadai, dan niat lillah, panitia qurban menjadi perpanjangan tangan umat dalam menjalankan amanah ibadah qurban. Tugas ini bukan sekadar teknis, melainkan juga tanggung jawab spiritual.
Seseorang boleh mendapatkan daging qurban bukan karena jasanya sebagai panitia, tetapi karena statusnya sebagai orang yang berhak menerima, yaitu:
1. Sebagai Fakir atau Miskin (Mustahik)
Jika panitia termasuk golongan fakir atau miskin, maka ia berhak menerima daging qurban sebagaimana penerima lainnya. Ini bukan karena jasanya, tapi karena kondisi ekonominya.
2. Sebagai Kerabat, Tetangga, atau Umum (Untuk Tujuan Syiar dan Silaturahmi)
Panitia boleh menerima bagian jika daging tersebut memang dibagikan ke masyarakat umum, termasuk kerabat dan tetangga, meskipun mereka tidak miskin. Dalam konteks ini, panitia termasuk bagian dari masyarakat yang mendapatkan bagian umum.
3. Jika Ia Termasuk Shohibul Qurban (Yang Berqurban)
Jika panitia itu juga berqurban (misalnya ikut patungan 1/7 sapi atau berqurban kambing), maka ia berhak mengambil sebagian daging qurbannya sendiri, asal bukan qurban nazar.
Tidak Boleh Menerima Upah dari Daging
Panitia tidak boleh menerima upah kerja dalam bentuk bagian dari daging qurban, termasuk kulit, kepala, jeroan, atau bagian lainnya. Hal ini ditegaskan dalam hadis: “Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk mengurusi unta-unta qurban dan membagikannya… Beliau bersabda: ‘Dan jangan engkau memberikan sesuatu pun darinya kepada tukang sembelih sebagai upah’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika ingin memberi upah panitia, harus dari sumber dana lain, seperti infak atau kas masjid, bukan dari bagian hewan qurban.
Kesimpunan: Ibadah qurban adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah dan bentuk kepedulian sosial yang luar biasa. Keberadaan panitia qurban menjadi ujung tombak suksesnya ibadah ini secara lahir dan batin. Maka, penting bagi masyarakat untuk menunjuk panitia yang amanah, memahami syariat, dan siap bekerja dengan ikhlas. Karena melalui mereka, harapan para shohibul qurban untuk diterima amal ibadahnya, insya Allah, akan terwujud. Wallahua’lam