Pendahuluan
Setiap Muslim merindukan kedekatan dengan Allah dan keridaan-Nya. Dalam sejarah Islam, terutama dalam dunia tasawuf, dikenal adanya tiga jalan yang saling terhubung dalam ibadah dan pendekatan diri kepada Allah: syariat, hakikat, dan makrifat.
Namun, muncul pertanyaan: apakah hanya orang-orang yang menempuh jalan makrifat yang akan sampai kepada Allah dan surga-Nya? Bagaimana kedudukan syariat dalam perjalanan menuju ridha Allah?
1. Syariat: Fondasi Agama dan Kewajiban Setiap Muslim
Syariat adalah kumpulan hukum lahiriah yang diturunkan Allah melalui Al-Qur’an dan Sunnah, yang mencakup segala aspek kehidupan:
- Ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji
- Muamalah seperti jual beli, pernikahan, warisan
- Hukum pidana dan etika
Dalil Al-Qur’an: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
Sabda Nabi SAW: “Barang siapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dari urusan kami (agama ini), maka amal tersebut tertolak.”(HR. Muslim, no. 1718)
Syariat adalah jalan wajib bagi semua umat Islam. Ia adalah pintu masuk untuk meniti jalan spiritual lebih dalam.
2. Hakikat: Menyelami Makna dan Membersihkan Jiwa
Setelah menapaki syariat dengan benar dan ikhlas, seorang hamba akan dituntun menuju hakikat — yaitu menyadari makna batin dari amal lahiriah dan membersihkan hati dari penyakit-penyakit ruhani.
Dalam tasawuf, tahapan ini mencakup:
- Tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) — QS. Asy-Syams: 9–10
- Melatih sifat ikhlas, sabar, tawakal, ridha
- Menjaga hati dari riya’, ujub, takabbur, dan hasad
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu (nafs-nya), dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9–10)
3. Makrifat: Puncak Pengenalan dan Cinta kepada Allah
Makrifat berasal dari kata ‘arafa (عرف), yang berarti “mengenal”. Dalam makrifat, seseorang:
- Mengenal Allah secara batin, bukan sekadar ilmu teoritis
- Mencintai dan merasa diawasi Allah setiap saat
- Menerima semua takdir dengan ridha dan pasrah sepenuhnya
Menurut Imam Al-Qusyairi dalam Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, makrifat adalah: “Ilmu tentang keagungan Allah yang menyatu dalam hati para hamba pilihan, disertai rasa cinta dan ketundukan.”
Namun, makrifat sejati tidak mungkin tanpa syariat. Bahkan, orang yang sampai ke makrifat adalah yang paling taat terhadap syariat.
Kata Imam Junaid al-Baghdadi: “Jalan kami ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Siapa yang tidak menghafal Al-Qur’an dan tidak menulis hadits, maka jangan ikut-ikut kami.”
Apakah Syariat Saja Cukup untuk Masuk Surga?
Ya. Islam mengajarkan bahwa syariat yang dijalankan dengan ikhlas dan benar sudah cukup untuk menyelamatkan seorang Muslim dan memasukkannya ke surga.
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa: 69)
Sabda Nabi SAW: “Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.”
Para sahabat bertanya: “Siapa yang enggan, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku, dia masuk surga. Siapa yang durhaka kepadaku, maka dialah yang enggan.” (HR. Bukhari, no. 7280)
Keseimbangan: Syariat sebagai Dasar, Makrifat sebagai Buah
Islam mengajarkan keseimbangan antara lahir dan batin:
- Syariat adalah fondasi dan pagar.
- Hakikat adalah kedalaman makna.
- Makrifat adalah buahnya: mengenal Allah dengan hati yang jernih.
Imam Malik rahimahullah berkata: “Barang siapa yang ber-tasawuf tanpa fiqih (syariat), ia telah zindiq. Barang siapa ber-fiqih tanpa tasawuf, ia telah fasik. Dan barang siapa yang menggabungkan keduanya, maka ia telah sampai kepada kebenaran.” (Dikutip oleh Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi, dan dinukil oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah)
Penutup dan Hikmah
Syariat, hakikat, dan makrifat bukan jalan yang bertentangan, tapi tahapan yang saling menyempurnakan.
Jika seseorang istiqamah dalam syariat, maka itu sudah sangat mulia dan diridhai Allah. Namun, jika Allah menghendaki, Dia akan membukakan kedalaman hakikat dan makrifat sebagai karunia-Nya.
“Jangan remehkan syariat, karena ia pondasi. Jangan sombong dengan makrifat, karena ia anugerah.”
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang bersungguh-sungguh dalam syariat, dan jika Allah izinkan, dibukakan pula jalan makrifat. Aamiin.
Referensi:
Al-Qur’anul Karim — QS. Al-Jatsiyah: 18, QS. An-Nisa: 69, QS. Asy-Syams: 9–10
Shahih al-Bukhari — no. 7280 (hadis semua umat masuk surga kecuali yang enggan)
Shahih Muslim — no. 1718 (tentang amal yang tidak berdasar syariat)
Ar-Risalah al-Qusyairiyyah — Imam Al-Qusyairi
Tafsir al-Qurthubi — Imam Al-Qurthubi
al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah — Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi
Perkataan Imam Junaid al-Baghdadi — dinukil dalam berbagai kitab tasawuf klasik