Zonadepok.id — Kota Depok tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Produksi sampah mencapai 1.200–1.300 ton per hari, sementara kapasitas TPA Cipayung hanya mampu menampung sekitar 800 ton. Untuk menjawab tantangan ini, Pemerintah Kota Depok mendorong program pengolahan sampah berbasis kelurahan melalui budidaya maggot, yang kini mulai menjangkau hampir seluruh wilayah kelurahan di kota tersebut.
Program Berbasis Kelurahan: Dari Inisiasi ke Aksi Kolektif
Melalui skema “Satu Kelurahan, Satu RW Lokus Budidaya Maggot”, Pemkot Depok bersama masyarakat membangun unit pengolahan sampah organik yang melibatkan:
- Pembangunan hanggar maggot,
- Pelatihan kader dan warga, dan
- Distribusi biobox untuk rumah tangga.
Kelurahan seperti Pondok Petir (RW 05), Kedaung (Sawangan), dan Jatijajar (Tapos) menjadi contoh sukses, dengan hasil:
- Pengurangan 5,1 ton sampah dalam 43 hari,
- Pengolahan 747 kg dalam 15 bulan oleh komunitas lokal,
- Produksi maggot secara konsisten dari 200 biobox rumah tangga, tanpa mengirim sampah ke TPA.
Budidaya Maggot: Sirkularitas dan Keberlanjutan
Maggot dari lalat BSF (Black Soldier Fly) memiliki kemampuan mengurai sampah organik 2–4 kali lebih cepat dibandingkan metode konvensional. Proses ini menciptakan lingkaran ekonomi sirkular yang berkelanjutan:
- Sampah organik → Maggot
- Maggot → Pakan ternak/ikan/ayam
- Sisa maggot (kasgot) → Pupuk organik
- Pupuk → Kebun keluarga dan urban farming
Manfaat Ekonomi dan Sosial
Program ini tidak hanya menyelesaikan masalah lingkungan, tapi juga membuka peluang ekonomi bagi warga:
Pemasukan Baru:
- Maggot kering dijual Rp 30.000–80.000/kg untuk pakan lele, ayam, burung.
- Kasgot dijual sebagai pupuk organik.
Pemberdayaan UMKM & KWT: Kelompok Wanita Tani (KWT) dan UMKM dilibatkan dalam pengemasan pupuk, pembibitan maggot, dan pengelolaan hasil panen.
CSR dan Kolaborasi Swasta: Garudafood dan Biomagg di Jatijajar menyerap maggot dan hasil olahan warga, dengan hasil pengolahan 33,5 ton sampah organik (2021–2024) dan menghasilkan 7,5 ton maggot.
Efek Berantai:
- Kemandirian pangan (budidaya ikan, ayam kampung),
- Penghematan belanja keluarga,
- Edukasi lingkungan sejak dini untuk anak-anak.
Tantangan dan Upaya Perluasan
Beberapa tantangan yang dihadapi: Ketersediaan bibit maggot dan pelatihan teknis, Kesinambungan suplai sampah organik dan Pemasaran hasil maggot dan kasgot
Namun, dengan dukungan Pemkot, yayasan seperti CARE Peduli, Bank Indonesia, dan swasta, tantangan ini diatasi melalui: Pembentukan pusat pembibitan maggot di tiap kecamatan, Pendampingan RW dan kader lingkungan, Dukungan dana kelurahan dan CSR.
Budidaya maggot bukan sekadar pengelolaan sampah, tapi sebuah gerakan perubahan sosial dan ekonomi berbasis komunitas. Kota Depok memberi contoh nyata bahwa jika masyarakat diberi ruang, ilmu, dan dukungan, maka perubahan dari bawah dapat memberi dampak besar. Program ini layak disebut sebagai salah satu tonggak utama menuju Depok yang mandiri sampah dan berdaya secara ekonomi.
Kini saatnya memperkuat komitmen: Mengajak seluruh kelurahan aktif mengembangkan unit maggot, Mendorong regulasi yang mendukung pemasaran hasil olahan, Menjadikan pengolahan sampah sebagai budaya, bukan sekadar program. Dengan begitu, Depok tidak hanya bersih, tapi juga berdaya dan mandiri dari rumah ke rumah, RW ke RW, kelurahan ke kelurahan.
Penulis Artikel : Abu – Mantan Camat Tapos–Depok