Pendahuluan
Dalam semangat memperkuat ekonomi kerakyatan, pemerintah pusat menerbitkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 yang mendorong terbentuknya Koperasi Merah Putih (KMP) di setiap kelurahan. Menyambut kebijakan ini, Pemerintah Kota Depok telah resmi membentuk kepengurusan KMP di seluruh 63 kelurahan, dengan peluncuran yang dicanangkan langsung oleh Wali Kota.
Namun di balik kemeriahan peluncuran dan potensi luar biasa yang diusung, muncul sejumlah catatan kritis dari masyarakat yang perlu disimak secara jernih. Sebab koperasi bukan sekadar wadah formal, tetapi instrumen ekonomi rakyat yang menuntut keterlibatan, kepercayaan, dan akuntabilitas.
Visi Besar yang Layak Diperjuangkan
Tidak bisa disangkal, hadirnya KMP membawa harapan: Mendorong kemandirian ekonomi warga. Memperluas akses modal, barang pokok, dan layanan usaha mikro. Menjadi ruang gotong royong berbasis nilai kebangsaan dan lokalitas. Menjadi platform distribusi bantuan, subsidi, dan produk UMKM.
Dengan dukungan pelatihan, pendampingan, dan fasilitasi legalitas dari Pemkot, KMP diharapkan tidak berakhir seperti banyak koperasi masa lalu: hanya nama, tidak berjalan, atau menjadi alat segelintir pihak.
Catatan Kritis di Lapangan
Namun semangat ideal itu mulai diwarnai tantangan sejak awal pembentukan. Sejumlah warga dan tokoh masyarakat di beberapa kelurahan menyampaikan keluhan: Musyawarah dianggap formalitas, tidak menjangkau seluruh elemen warga. Calon pengurus ditunjuk, bukan dipilih secara terbuka. Muncul somasi dari beberapa calon ketua yang merasa proses tidak transparan dan tidak demokratis. Keterlibatan warga masih rendah karena minimnya sosialisasi yang partisipatif.
Kekhawatiran ini perlu dilihat sebagai alarm demokratis, bukan ancaman. Karena koperasi sejatinya tumbuh dari kepercayaan anggota, bukan sekadar legalitas.
Tantangan yang Harus Direspons
Jika ingin KMP tumbuh sehat dan bertahan lama, maka Pemkot dan pengurus di tingkat kelurahan perlu merespons tantangan ini secara terbuka dan serius.
Beberapa poin yang penting diperhatikan:
Demokratisasi Pengurus
Harus ada forum musyawarah yang inklusif dan terdokumentasi. Warga diberi kesempatan mencalonkan dan memilih pengurus.
Literasi Koperasi
Pelatihan bukan hanya administratif, tapi membangun pemahaman ekonomi koperasi yang benar. Edukasi kepada anggota soal hak, kewajiban, dan model keuntungan bersama.
Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap laporan keuangan dan kegiatan perlu dipublikasikan secara terbuka di balai warga, masjid, atau media sosial kelurahan. Audit tahunan harus dilakukan oleh badan independen atau inspektorat kota.
Digitalisasi dan Profesionalisme
Gunakan aplikasi koperasi sederhana untuk pencatatan dan komunikasi antar anggota. Rekrut relawan profesional sebagai mentor atau konsultan lokal.
KMP adalah Milik Warga, Bukan Proyek Elit
Koperasi Merah Putih di Kota Depok adalah amanah besar. Ia bisa menjadi wahana kebangkitan ekonomi rakyat jika dikelola dengan transparansi, partisipasi, dan niat tulus untuk melayani. Namun ia juga bisa menjadi lembaran gagal berikutnya—jika hanya dijadikan proyek formalitas, tanpa jiwa gotong royong di dalamnya.
Mari kita kawal bersama, kritisi dengan cerdas, dan bangun dari bawah. Sebab sejatinya, koperasi bukan tentang siapa yang di atas, tapi tentang siapa yang ikut bergerak bersama. Semoga cita-cita “Bersama Depok Maju” sebagaimana visi kota Depok dapat diwujudkan bersama di antaranya melalui hadirmya Koperasi Merah Putih (KMP) di level kelurahan.