Dalam kehidupan sosial, kita sering menemui kenyataan bahwa tidak semua kebaikan dibalas dengan penghargaan. Bahkan, bisa jadi kebaikan itu dianggap biasa saja, atau justru disalahpahami. Ada yang tetap menilai buruk, sekalipun seseorang telah berlaku baik kepadanya. Namun Islam sebagai agama yang membawa rahmat dan keselamatan, mengajarkan umatnya untuk tidak lelah dalam berbuat baik, meskipun tidak semua orang menghargainya.
Kebaikan Tak Ditentukan oleh Respon Manusia
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 7)
Ayat ini menunjukkan bahwa derajat kemuliaan seseorang ditentukan oleh keimanan dan amal salehnya, bukan oleh pengakuan manusia. Syaikh As-Sa’di dalam Tafsir As-Sa’di menjelaskan bahwa “amal saleh” adalah segala bentuk ketaatan yang dikerjakan dengan niat ikhlas dan sesuai tuntunan syariat. Maka meski manusia tak melihatnya, jika amal itu ikhlas dan benar, tetap bernilai tinggi di sisi Allah.
Jangan Menyebut-Nyebut Kebaikan
Allah mengingatkan dengan tegas: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah: 264)
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai larangan bagi siapa pun untuk menyombongkan kebaikannya, karena hal itu akan merusak amal itu sendiri. Bahkan orang yang ikhlas pun tidak dianjurkan untuk mengungkit kebaikan masa lalu, karena semua yang diniatkan karena Allah akan dibalas oleh-Nya dengan lebih sempurna.
Kebaikan Tidak Harus Dikenang
Dalam dunia nyata, tidak sedikit hubungan yang semula akrab berubah karena perbedaan pandangan. Bahkan kebaikan yang dulu diakui, bisa lenyap dari ingatan. Namun seperti kata Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah: “Jika engkau berbuat baik kepada orang lain, maka jangan mengharap ia membalas kebaikan itu. Karena yang kau tuju adalah ridha Allah, bukan balasan dari manusia.” Ungkapan ini memperkuat prinsip dalam Islam bahwa orientasi kebaikan adalah ilahi, bukan duniawi. Maka biarlah manusia lupa, asal Allah tetap mencatatnya.
Teruslah Berbuat Baik Meskipun Tak Dihargai
Nabi Muhammad ﷺ pun mengalami hal serupa. Beliau ﷺ dikenal sebagai manusia paling mulia akhlaknya, namun tetap mendapatkan hinaan dari kaumnya. Allah menghibur beliau dalam firman-Nya: “Sungguh telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum engkau (Muhammad), namun mereka bersabar atas pendustaan dan gangguan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka…” (QS. Al-An’am: 34)
Maka, jika Nabi saja diuji dalam berbuat baik, kita sebagai umatnya pun pasti akan menghadapi tantangan serupa. Namun jalan kebaikan tetap harus ditempuh, sebab ganjarannya tidak pernah sia-sia.
Sertakan Allah dalam Setiap Kebaikan
Dalam hadis sahih, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Niat menjadi landasan utama dalam setiap amal. Maka dalam setiap perbuatan baik, sertakanlah Allah, mohon ridha-Nya, dan jadikan itu sebagai ibadah. Karena saat niat diluruskan, hati akan tenang meskipun balasan dari manusia tak sebanding.
Kebaikan Tak Akan Pernah Hilang
Teruslah berbuat baik meski tidak dikenal, meski tidak dihargai, meski dibalas prasangka. Sebab, seperti ditegaskan Allah: “Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. At-Taubah: 120)
Masyarakat yang baik dibentuk oleh individu-individu yang menanamkan nilai amal saleh dalam diri, bukan karena pengakuan manusia, tapi karena dorongan iman. Mari kita menjadi pribadi yang tetap istiqamah dalam kebaikan—bukan karena ingin dianggap baik, tapi karena ingin menjadi hamba yang taat di hadapan Allah.
Mari kita menghidupkan semangat berbuat baik kapan pun dan kepada siapa pun, sebab di sanalah letak kekuatan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. “Kebaikan itu cahaya. Bila ia tak terlihat oleh manusia, ia tetap terang di sisi Allah.” demikian kata Ulama bijak