oleh : Khairulloh Ahyari
Bapak pertama manusia, Adam alaihissalam termenung setelah diperintah membangun kabah. Kemudian berkata kepada Tuhan, apa hadiah untukku setelah membangun kabah? ‘Ketika engkau thawaf di tempat ini, aku ampuni dosamu pada putaran pertama thawafmu.’
Adam berkata, tambahkanlah. ‘Aku beri ampunan keturunanmu yang thawaf di sini’.
Adam memohon lagi, tambah lagi wahai Tuhanku, “Aku ampuni dosa orang yang mohon ampun saat thawaf, dari keturunanmu yang tidak menyekutukan Aku”
Ibrahim yang agung termenung. Perintah dalam mimpi itu sangat berat. Dia sangat menyayangi Ismail. Tapi tak mungkin menolak perintah Tuhan yang memberikan segala nikmat kepadanya. Sempat limbung jiwanya. Apakah mimpi ini dari Tuhan. Atau semata bisikan setan.
Saat malam Arafah, mimpi itu datang lagi, dan tahul-ah Ibrahim yang agung, bahwa itu benar perintah Tuhan kepadanya. Katanya, “saya tahu wahai Tuhanku, bahwa mimpi itu dari-Mu”
Kafilah penduduk Makkah keluar menuju Mina. Merenungi harapan-harapan dan doa yang akan dipanjatkan saat esok di Arafah.
Empat belas abad yang lalu, di hari Tarwiyah ini, Rasulullah mengenderai kendaraannya menuju Mina, Nabi yang mulia itu menunaikan salat Zuhur, Asar, Magrib Isya dan Subuh. Beliau berada di Mina hingga matahari terbit.
Dalam fragmen berbeda, di padang tandus ini para musafir berhenti, Arafah sebentar lagi sampai. Tak terlalu lama. Air harus dipersiapkan. Untuk diri sendiri. Juga untuk diberikan kepada para tamu Allah yang mulia. Yang berasal dari berbagai negeri.
Tarwiyah adalah miqat zamani. Menjadi batas waktu untuk lebih baik. Lebih bersih. Lebih bermanfaat.
Semoga.
Tenda Mina,
Rabu, 8 Dzulhijjah 1446/ 04 Juni 2025