Dikisahkan oleh : Khairulloh Ahyari
Awal bulan Juni. Tiga bulan setelah haji wada. Rasulullah sakit keras. Beliau tidak dapat menjadi imam. Sayyidah Aisyah diminta menyampaikan kepada Abu Bakar, agar memimpin salat. “Suruhlah Abu Bakar mengimami salat kaum Muslimin!” Perintah Rasulullah saw
Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar ayahku, adalah orang yang berhati lembut. Bila mengimami salat, orang-orang tidak akan bisa mendengar suaranya karena tangisnya,’
Nabi mengulangi perkataannya, “Suruhlah Abu Bakar mengimami salat!”
Aisyah menyampaikan pesan Rasulullah kepada ayahnya.
Kemudian Abu Bakar mengimami salat. Rasul merasakan badannya lebih ringan. Karena itu beliau menuju masjid dipapah dua lelaki. Melihat Rasulullah datang ke masjid, Abu Bakar hendak mundur, mempersilakan Nabi menjadi imam. Akan tetapi, Rasulullah mengisyaratkan agar Abu Bakar tetap menjadi imam.
Rasulullah kemudian salat dalam keadaan duduk. Setelah salat, Rasulullah kembali ke rumah ditemani Aisyah, istri tercinta.
Di hari berbeda Rasulullah dijemput oleh paman beliau, Sayyidina Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk menemui kaum muslimin. Di masjid, para sahabat dan kaum muslimin berkerumun. Raut duka sangat jelas di mata dan wajah mereka. Semua merasakan penyakit sang Nabi, panutan dan kekasih mereka.
Rasul lalu duduk di mimbar, pada anak tangga pertama. Di hadapan kaum Anshar dan Muhajirin, beliau berkata
“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu wafat. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.” Kesedihan kaum muslimin semakin menjadi.
Subuh, 08 Juni 632 M. Kaum muslimin melaksanakan shalat, Abu Bakar akan mengimami mereka. Nabi yang mulia menyingkap tabir kamar Aisyah dan memperhatikan mereka yang berada di shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum. Melihat itu, Abu Bakar hendak pindah di shaf makmum. Beliau mengira Rasulullah hendak keluar untuk shalat. Adapun kaum muslimin hampir terganggu di dalam shalat mereka, karena begitu gembira dengan keadaan Rasulullah.
Namun, Nabi memberi isyarat dengan tangan agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian, beliau masuk kamar dan menurunkan tabir.
Waktu duha hampir lewat. Nabi memanggil Sayyidah Fatimah. Anak terkasih beliau.
Fatimah melihat berat sekali sakit yang dirasakan Rasulullah, sehingga dia berkata, ‘Alangkah berat penderitaan ayah!’ Nabi menjawab, ‘Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi’.
Nabi kemudian memanggil Hasan dan Husain, cuxu beliau, lalu mencium keduanya. Beliau juga memanggil para istrinya, lalu memberi nasihat dan peringatan kepada mereka.
Ketika berada di atas pangkuan Aisyah ra, Rasul pingsan. Setelah kurang lebih satu jam, beliau siuman. Nabi memandang ke atap, lalu berusaha mengangkat kepala. Badan yang mulia itu kemudian bersandar pada badan Aisyah. Kemudian Nabi mengangkat kedua tangan seraya terus memanjatkan doa
Aisyah mendengarkan apa yang beliau katakan itu, dengan lirih beliau berdoa “Ya Allah ampunilah aku; Rahmatillah aku; dan pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi’
Nabi terus memanjatkan doa, sampai ruh beliau dicabut dan tangan beliau yang mulia pun lemas.
Sayyidah Aisyah yang menyaksikan saat paling menyedihkan itu mengatakan, ‘Ketika ruh beliau dicabut, saya mencium aroma paling harum yang pernah saya ketahui’.
Manusia paling mulia itupun wafat. Berita tentang wafatnya Nabi segera menyebar. Tangis pecah. Dada-dada sahabat sesak. Dan duka menyelimuti setiap rumah orang beriman.
Tetapi, Umar bin Khatab tidak mau menerima berita kematian itu. Katanya, itu hanya berita dari orang- orang munafik. Rasulullah tidak wafat. Beliau hanya menemui Tuhannya sebagaimana yang dilakukan Musa alaihissalam. Umar bahkan akan memotong tangan dan kaki mereka yang mengatakan Nabi sudah wafat.
Abu Bakar bisa merasakan duka mendalam yang dirasakan sahabatnya, Umar.
Abu Bakar memuji Allah, lalu berkata di hadapan Umar dan kaum muslimin, ‘Saudara-saudara, siapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup.’
Lalu beliau membacakan firman Allah, ‘Muhammad itu tidak lain hanya seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh engkau berbalik ke belakang dan murtad? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.’
Umar bin Khatab tersadar. Katanya ‘Demi Allah, sesaat setelah mendengar Abu Bakar membacakan ayat tersebut, aku pun tersadar lalu roboh ke tanah karena kedua kakiku tak mampu menopang tubuh. Terbuka mataku kini bahwa Rasulullah benar-benar sudah wafat
Duka paling dalam telah dirasakan para sahabat dan seluruh kaum muslimin. Air mata tumpah. Dan dada pun sesak oleh sepedih-pedihnya duka.
Semoga kita bisa mencintai dan mengikuti suri tauladan Nabi. Rasul mulia yang sangat mencintai kita.
Assalamualaika ya Rasulullah
Assalamualaika ya Nabiyallah
Assalamualaika ya Habiballah
Di bawah langit Mina, 08 Juni 2025