Amarah atau nafsu, berkenaan dengan kisah Nabi Yusuf AS, dan dilandaskan pada tafsir yang sahih, seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Mishbah, dan Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka — yang juga menjadi rujukan populer di kalangan umat Islam Indonesia.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِيۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Yusuf: 53)
Penjelasan Makna:
- “Nafs ammarah bis suu’” (نَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ): adalah nafsu yang condong pada keburukan, penuh dengan dorongan keinginan duniawi, termasuk amarah yang tidak terkendali.
- Namun ada pengecualian: “illa ma rahima Rabbi” — nafsu yang dijaga dan dirahmati oleh Allah, yakni mereka yang mampu mengendalikan amarah dan dorongan hawa nafsu karena pertolongan Allah.
Tafsir dan Kaitannya dengan Kisah Nabi Yusuf AS
Tafsir Ibnu Katsir:
- Ayat ini merupakan ucapan istri Al-Aziz (Zulaikha) yang mengakui kesalahannya setelah Nabi Yusuf terbukti tidak bersalah.
- Ia menyadari bahwa nafsu manusia cenderung pada keburukan, termasuk amarah, syahwat, dan keinginan membalas, kecuali mereka yang dilindungi oleh rahmat Allah.
Tafsir Al-Mishbah (Quraish Shihab):
- Nafsu disebut sebagai sumber dorongan destruktif, termasuk amarah yang melahirkan dendam, kezaliman, atau tindakan ceroboh.
- Namun bila seseorang mendapat rahmat Allah, maka nafsu itu bisa menjadi jinak, dan amarah pun bisa diarahkan menjadi kekuatan positif untuk menegakkan kebenaran dengan cara yang bijak.
Amarah Buruk vs Amarah yang Dirahmati
Amarah yang Buruk: Lahir dari nafs ammarah, yaitu amarah yang dilampiaskan tanpa kendali, seperti:Dendam, Fitnah, Kekerasan, Balas dendam tanpa keadilan
Dalam kisah Nabi Yusuf: Zulaikha dikuasai nafsu dan marah, lalu memfitnah Yusuf agar dipenjara., Saudara-saudara Yusuf dikuasai kecemburuan dan amarah, hingga membuangnya ke dalam sumur.
Amarah yang Dirahmati: Bila dikendalikan dan diarahkan untuk mencegah kemungkaran atau menegakkan keadilan, maka amarah itu bisa mendapat rahmat Allah.
Dalam kisah Yusuf: Nabi Yusuf tidak membalas dengan amarah ketika bertemu kembali dengan saudara-saudaranya, Ia berkata, “Tidak ada cela atas kalian hari ini, semoga Allah mengampuni kalian.” (QS Yusuf: 92), Ini adalah puncak kendali nafsu dan amarah, yang lahir dari jiwa yang tenang (nafs al-muthma’innah).
Relevansi untuk Kita; Kita semua memiliki nafsu dan potensi amarah, Namun, keutamaan orang beriman adalah mengendalikan amarahnya, sebagaimana Nabi Yusuf.. Dalam hadits disebutkan:“Orang kuat bukanlah yang jago bergulat, tapi yang bisa menahan amarah ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahua’lam