Home DakwahKewajiban Ikhtiar: Mengapa Ada si Kaya dan si Miskin?

Kewajiban Ikhtiar: Mengapa Ada si Kaya dan si Miskin?

by zoneid
0 comments 0 views

Salah satu pertanyaan yang kerap muncul di benak banyak orang adalah: Mengapa di dunia ini ada orang kaya dan ada orang miskin? Apakah Allah yang menghendaki sebagian hamba-Nya menjadi kaya, dan sebagian lain menjadi miskin? Lalu, bagaimana sebenarnya sikap seorang Muslim dalam menghadapi kenyataan ini? Apakah umat Islam sebaiknya berusaha menjadi kaya, mengingat banyak amalan dalam Islam yang memerlukan harta? Mari kita telusuri jawabannya dalam perspektif Islam.

Ikhtiar: Kewajiban Seorang Muslim

Dalam Islam, ikhtiar atau usaha adalah kewajiban. Allah tidak memerintahkan manusia untuk berpangku tangan. Dalam Alquran, Allah berfirman: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin…” (QS. At-Taubah: 105)

Rasulullah ﷺ pun bersabda: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, no. 2344, dinyatakan hasan sahih oleh Al-Albani)

Hadis ini menunjukkan bahwa tawakal harus disertai usaha. Burung pun terbang mencari makanan, bukan hanya berdiam di sarang. Maka, seorang Muslim diperintahkan untuk berusaha, berikhtiar semaksimal mungkin dalam rangka mencari rezeki yang halal.

Mengapa Ada Si Kaya dan Si Miskin?

Perbedaan keadaan manusia — ada yang kaya, ada yang miskin — adalah bagian dari sunnatullah (ketetapan Allah) dalam mengatur dunia ini. Allah menciptakan dunia dengan hikmah yang agung, termasuk dalam pembagian rezeki.

Allah berfirman: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain…” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Dalam tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah membagi rezeki dan derajat manusia sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya, agar terjalin ketergantungan sosial: yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin pun punya peran dalam kehidupan masyarakat.

Apakah Allah Menghendaki Ada yang Kaya dan Miskin?

Ya, dalam arti bahwa pembagian rezeki adalah kehendak dan ketetapan Allah, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Namun, ini tidak berarti Allah zalim. Allah memberi rezeki sesuai dengan hikmah, ujian, dan maslahat bagi masing-masing hamba.

Sebagian orang diuji dengan kekayaan — apakah dia bersyukur dan menggunakannya di jalan yang benar. Sebagian lain diuji dengan kekurangan — apakah dia bersabar dan tetap berusaha.

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra’: 30)

Apakah Salah Jika Umat Islam Berusaha Menjadi Kaya?

Tidak salah — bahkan dianjurkan selama kekayaan itu diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan di jalan yang benar.

Banyak ibadah dalam Islam memang memerlukan harta:

  • Zakat hanya diwajibkan bagi yang memiliki kekayaan.
  • Haji memerlukan biaya besar.
  • Sedekah sangat dianjurkan bagi yang mampu.
  • Infak untuk dakwah dan membantu kaum lemah.
  • Menyiapkan perlengkapan ibadah juga memerlukan pengeluaran.

Rasulullah ﷺ sendiri bersabda: “Sebaik-baik harta yang baik adalah yang dimiliki oleh seorang hamba yang saleh.” (HR. Ahmad, no. 16690. Dinilai hasan oleh Al-Albani)

Bahkan banyak sahabat Rasulullah yang kaya raya seperti Abdurrahman bin ‘Auf, Utsman bin Affan, Abu Bakr Ash-Shiddiq, mereka menjadi kaya karena kerja keras dan tetap bersahaja, dermawan, serta mempergunakan hartanya di jalan Allah.

Maka, menjadi kaya adalah baik, asalkan: (1) Diperoleh dari jalan yang halal. (2) Tidak melalaikan ibadah. (3) Tidak membuat sombong. (4) Digunakan untuk kebaikan.

    Sebagai kesimpunan bahwa Ikhtiar adalah kewajiban seorang Muslim. Tidak boleh hanya pasrah tanpa usaha. Adanya perbedaan kaya dan miskin adalah kehendak Allah yang penuh hikmah — sebagai ujian dan penyeimbang dalam kehidupan sosial. Berusaha menjadi kaya tidak salah, bahkan sangat baik bila kekayaan itu dimanfaatkan untuk mendukung ibadah dan kemaslahatan umat. Karenanya, umat Islam sepatutnya berusaha menjadi pribadi yang kuat secara ekonomi, agar mampu menjalankan kewajiban agama dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi umat. “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    You may also like

    Leave a Comment

    Situs web ini menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda. Kami akan menganggap Anda setuju, tetapi Anda dapat memilih untuk tidak ikut serta jika diinginkan. Terima Baca Selengkapnya